Kaldera Toba atau yang lebih dikenal sebagai Danau Toba ditetapkan sebagai Geopark Dunia oleh Lembaga Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Penetapan ini disahkan pada sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris, Prancis, Selasa (2/7/2020). Keberhasilan Danau Toba menjadi UNESCO Global Geopark membuktikan bahwa kawasan itu memiliki kaitan geologis dan warisan tradisi yang erat dengan masyarakat lokal, khususnya kebudayaan dan keanekaragaman hayati. Selain itu, Danau Toba juga memiliki tiga unsur utama sebagai Global Geopark, yaitu geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity. Ini berarti, keragaman bumi, konservasi lingkungan, serta ilmu kebumian kelestariannya tetap terjaga. Untuk diketahui, Danau Toba merupakan danau raksasa yang terbentuk dari empat kali letusan gunung berapi yang mahadahsyat. Adapun letusan terakhir terjadi 74.000 tahun lalu dan menjadi yang terkuat di bumi. Letusan tersebut memicu badai vulkanik aerosol sulfat yang melapisi atmosfer bumi dan menghalangi sinar matahari selama 200 tahun. Jejak lapisan abu vulkanik pun tersebar di beberapa penjuru dunia. Di India, misalnya, jejak abu vulkanik Toba setebal 12 sentimeter ditemukan. Tak hanya jejak abu vulkanik, letusan dari gunung supervolcano tersebut pun mengubah iklim global. Akibat abu vulkanik, suhu bumi turun hingga 5 derajat Celcius. Alhasil, iklim bumi kacau dan berdampak pada keberlangsungan makhluk hidup. Adapun hasil letusan Gunung Toba kini menjadi danau seluas 1.100 kilometer (km) persegi dengan Pulau Samosir berada di tengah-tengahnya.
Dalam upaya optimalisasi potensi Danau Toba sebagai kawasan strategis pariwisata berskala nasional dan internasional, pemerintah Indonesia membentuk Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BODT). Pembentukan badan baru itu tertuang dalam Peraturan Presiden (PerPres) Nomor 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba. Direktur Destinasi Pariwisata BOPDT M Tata S Ridwanullah mengatakan, terdapat 16 situs geopark dari 45 geosite Danau Toba yang berpotensi sebagai atraksi utama pengembangan wisata Danau Toba. Adapun ke-16 geopark tersebut tersebar di tujuh kabupaten yang berada di kawasan Danau Toba, yaitu Kabupaten Simalungun, Samosir, Toba Somosir (Tobasa), Humbanghasundutan, Tapanuli Utara, Karo, dan Kabupaten Dairi. “Dari 16 geosite tersebut, beberapa di antaranya adalah Batu Basiha-TB Silalahi Balige, Hutaginjang, Tele, Sipisopiso-Tongging, dan Ambarita-Tuktuk-Tomok,” ujar Tata kepada Kompas.com, Sabtu (25/9/2021). Tata menjelaskan, BOPDT memiliki tugas utama yang bersifat otoritatif dan koordinatif. Tugas otoritatif BOPDT mencakup pembangunan tahap I di lahan zona otorita Toba Caldera Resort (TCR) seluas 386,72 hektare (ha) di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba. Selain itu, BOPDT juga bertanggung jawab atas branding, pemasaran TCR, dan peningkatan kapasitas masyarakat lokal sekitar TCR. “Tak hanya itu, kami juga memastikan tersedianya perencanaan dan anggaran untuk pembangunan infrastruktur dasar, lanskap, fasilitas umum, dan bangunan penunjang,” terang Tata. Sementara, tugas koordinatif BOPDT adalah bertanggung jawab atas pengembangan Geopark Kaldera Toba, penguatan big data pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf), serta pemberdayaan produk parekraf tematik. Selain itu, imbuh Tata, untuk mendukung pengembangan destinasi pariwisata Danau Toba, pihaknya melakukan sejumlah langkah terkait pengembangan sumber daya manusia (SDM) setempat. Ia menilai, kesiapan SDM lokal merupakan hal utama yang tak boleh diabaikan dalam pengembangan kawasan wisata. Pasalnya, perubahan sebuah kawasan menjadi destinasi wisata juga harus dibarengi dengan pergeseran pola pikir masyarakat setempat. Dengan demikian, destinasi wisata dapat berkembang secara berkelanjutan. Warga lokal pun dapat berkontribusi serta merasakan dampak pengembangan pariwisata Danau Toba, baik secara sosial maupun ekonomi.
Sumber : Kompas.com
216 total views